Gagal Mediasi, Suami Gugat Istri

Hukum & Kriminal2614 Dilihat

BA’A – Kasus tanah Oehandi, Kabupaten Rote Ndao memasuki babak baru, setelah sidang perdana yang digelar Rabu (3/11) lalu, persidangan dilanjutkan pagi tadi pukul 09.30 Wita. Persidangan yang berlangsung di pengadilan Negeri Rote Ndao dengan agenda mediasi terhadap kedua kubu tersebut dinyatakan gagal.

Kuasa hukum mantan bupati Rote Ndao selaku penggugat, Rian Van Frits Kapitan S.H, M.H membenarkan hal tersebut saat dikonfirmasi kupangterkini.com Kamis (11/11/21) melalui sambungan telpon menyatakan bahwa, para tergugat sudah mengakui tentang pembebasan tanah yang ditempuh secara prosedural sampai pada tahap pemanfaatan tanah milik kliennya dalam mediasi hari ini. “Tergugat selalu mengelak ketika diminta untuk membayar ganti rugi atas tanah di Oehandi dalam mediasi,” ucapnya.

Dalam mediasi pada persidangan tadi, hakim mediator mendengarkan tanggapan dari masing – masing pihak, baik penggugat maupun tergugat. “Tergugat sudah menyatakan bahwa benar tanah milik pak Lens Haning di Oehandi itu telah ditempuh sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku yakni mulai dari tahap perencanaan hingga tahapan pengganggaran, namun ketika mau dieksekusi atau pembayaran oleh para tergugat, mereka tidak melaksanakan itu, sehingga kami sangat dirugikan,” ujarnya.

Saat ditanyakan besaran ganti rugi tanah milik kliennya, dosen FH UKAW ini menyatakan besaran nilai ganti rugi yang dituntut dalam gugatan sebesar Rp 2.400.000.000 berdasarkan hitungan konsultan jasa penilai publik (KJPP) yang independen. “Saya berharap tergugat mau berdamai di mediasi kali ini dan membayar ganti rugi agar perkara ini selesai di tahap mediasi, namun tergugat berkeras tidak mau membayar dengan berbagai alasan,” ungkap Rian.

Rian juga mengatakan bahwa, dirinya optimis gugatannya dikabulkan. “Saya optimis gugatan ini akan dikabulkan pengadilan, sebab semua tahapan pembebasan tanah milik klien saya telah ditempuh, kecuali ganti rugi kepada pak Lens Haning sebagai pemilik tanah, bahkan, diatas tanah tersebut sudah dibangun kantor camat, puskesmas, aula pertemuan serta rumah bagi tenaga kesehatan yang semuanya telah digunakan sejak tahun 2016/2017,” tambahnya.

Disinggung terkait kedudukan tergugat pertama yaitu bupati Rote Ndao yang notabene istri dari penggugat, Rian mengatakan bahwa, dalam hukum acara perdata dan peraturan perundang – undangan terkait, tidak ada larangan penggugat mengajukan gugatan. “Benar, pembebasan tanah milik pak Lens Haning tidak ada larangan bagi penggugat sebagai warga negara untuk mengajukan gugatan terhadap pemerintah, kami menggugat bupati Rote Ndao, yang kebetulan saja istri dari pak Lens, siapapun bupatinya jika persoalan hukumnya seperti ini pasti akan kami gugat,” tegasnya.

Berikutnya, Rian menyatakan bahwa biar pengadilan yang menilai apakah kliennya berhak atas ganti rugi atau tidak. “Karena sesuai dengan peraturan perundang – undangan, yang berhak menilai dan memutuskan sengketa ini adalah pengadilan,” lanjutnya.

Ia juga menghimbau agar semua pihak menghormati langkah hukum yang diambil oleh kliennya. “Kita boleh berdebat di medsos dan menggiring opini tentang duduknya persoalan ini kesana – kemari, namun saat di pengadilan, semuanya hanya persoalan argumentasi hukum dan bukti – bukti, tidak lebih,” pungkasnya.

Sebagai pengingat, pada Kamis (21/10) lalu, mantan bupati Rote Ndao, Leonard Haning secara resmi mengajukan gugatan ke pengadilan negri Rote Ndao dengan tergugat yakni Bupati Rote Ndao, Kepala dinas perumahan, kawasan pemukiman dan lingkungan hidup serta panitia pelaksana pengadaan tanah skala kecil. Sementara, luas tanah milik Leonard Haning yang menjadi objek sengketa tersebut mencapai 4,5 hektar.

laporan : yandry imelson

Baca Juga :   Aktivis Perempuan Prihatin Korban Pencabulan
Baca Juga :   Korupsi PDAM dan Dana Desa Ditangani Kejari Kupang

Komentar