Jokowi dan Keamanan Ontologis

Features2951 Dilihat

JAGAD perpolitikan nasional diramaikan oleh wacana amandemen masa jabatan periode hingga kali ketiga. Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) membidik hal ini dalam survei terbaru mereka, 21-28 Mei 2021 lalu.

“Pada tingkat dasar, 74% publik ingin presiden 2 periode saja, tapi ketika disodorkan nama Jokowi untuk kembali menjadi calon pada 2024, pendukung “2 periode saja” cukup banyak yang goyah sehingga tidak lagi 74% yang menolak Jokowi kembali menjadi calon meskipun yang menolak Jokowi menjadi calon tetap mayoritas (52.9%). Ada efek Jokowi terhadap sikap publik,” begitu tertulis dalam siaran pers SMRC.

Dari sisi demografi, pendapat bahwa Jokowi harus maju untuk ketigakalinya, dukungan paling banyak datang dari warga Non-Muslim (76%). Diperoleh kesimpulan sementara, bahwa warga sebagian besar Non-Muslim, mendukung Jokowi sebagai Presiden untuk ketiga kali.

Bagaimana memahami fenomena keinginan amandemen masa jabatan Presiden, dalam hal ini Jokowi, hingga 3 kali?

Intoleransi dan Human Security
Ada satu hal yang menjadi fenomena dalam proses demokrasi di Indonesia, yakni kasus-kasus persekusi terkait dengan proses politik, terutama pada politik pemilihan.

Baca Juga :   Boyongan Kapal

Praktek intoleransi dalam bentuk persekusi kemudian menjadi wabah sosial di Indonesia. Demokrasi tak serta merta dapat menghasilkan rasa aman bagi kalangan sebagian kalangan pemeluk agama.

Beberapa pendapat mengungkapkan pembiaran kelompok intoleran yang melakukan persekusi terjadi justru berbarengan dengan pemilihan presiden langsung (Pilpres) yang perdana. Artinya pesta demokrasi terjadi bersamaan dengan tindakan anti demokrasi di lapangan.

Persekusi itu mulai dari menyerang, membully, menganiaya, memenjarakan, mengusir keluar wilayah seperti pada kasus Syiah Sampang, hingga rajam sampai mati seperti pada kasus Ahmadiyah Cikeusik.

Banyaknya kasus pembubaran ibadah, hingga penyegelan rumah ibadah berbarengan dengan maraknya pesta demokrasi hingga level terendah (Pilwali/Pilbup).

Sementara pesta demokrasi berjalan, rasa aman dari kalangan Non-Muslim perlahan menghilang. Baru pada sosok Jokowi, publik menemukan pemimpin yang berani melakukan perlawanan balik terhadap kelompok intoleran ini.

Komentar