MATAHARI 1 Februari siang itu sangat cerah. Jam 11 lewat, ketika kami (Aku, Mama Vira, dan Maspero Situngkir) tiba di GUM, mall di depan Lapangan Merah, Kremlin. Di luar, banyak orang bermain ice skating di bawah terpaan sinar matahari dalam suhu -9°C.
Kami datang untuk lakukan vaksinasi anti Covid-19. Nama vaksin yang dikembangkan sendiri oleh Russia itu adalah Sputnik V. Orang asing sudah bisa dilayani untuk mendapatkan vaksin tersebut sejak minggu lalu, secara cuma-cuma.
Kami bukan orang asing pertama yang mendapatkan vaksinasi Sputnik. Tetangga kami (Fabrizio, dokter dari Ekuador) dan teman-teman dari Thailand, sudah ke sini minggu sebelumnya. Aku juga bukan orang Indonesia pertama, tapi mungkin orang NTT (tepatnya orang Sabu) pertama yang mendapatkan suntikan vaksin Sputnik V.
Ada beberapa bilik layanan, kami ditempatkan paling ujung. Mengantri lebih dari 15 menit, kurang dari 10 orang. Perawat di bagian pendaftaran memberi kami sertifikat, mengingatkan kami untuk datang kembali pada suntikan ke-dua, pada 22 Februari, atau 21 hari kemudian. Sama seperti Sinovac yang digunakan oleh Indonesia, Sputnik adalah jenis vaksin dengan dua kali dosis suntikan.
Selain sertifikat, perawat memberi kami catatan tertulis bahwa setelah vaksin pertama, dalam tiga hari ke depan, kami tidak boleh beraktivitas fisik yang melelahkan seperti olahraga, tidak boleh mengonsumsi alkohol, terpapar air dan uap panas (mandi dan sauna), juga terpapar dingin berlebih.
Lalu kami masuk ke dalam bilik vaksin. Setelah itu, kami keluar mengambil jaket dan menerima ice cream. Sekitar 30 menit, kami mulai merasakan pusing, seperti mabuk perjalanan darat. 1 jam kemudian rasa pusing berangsur hilang, namun tak 100% hilang hingga beberapa jam lamanya.
Efek samping ini bisa berbeda-beda, mungkin terkait dengan ketahanan fisik penerima vaksin. Teman dari Thailand merasakan pusing sekitar dua jam, sementara dosen Bahasa Russia-ku mengaku lemas sekitar dua hari.
Sebelumnya, pada 17 November 2020, kami juga mendapatkan layanan vaksin influenza+ 2020 secara gratis. Kami vaksin di depan mall Avenue. Beberapa hari kemudian, petugas medis datang ke blok kami untuk lakukan pelayanan serupa. Yang dibutuhkan untuk mendapatkan vaksin influenza+ 2020 dan Sputnik V hanyalah paspor. Itu saja.
Meski ekonomi Russia belum pulih sepenuhnya, negara dengan banyak gereja dan masjid ini serius memperhatikan soal kesehatan warga negaranya, serta warga asing yang berada di wilayah Russia. Dus, semua layanan itu diberikan dengan cuma-cuma. Padahal sejak Mei 2020, pertumbuhan ekonomi Russia anjlok ke angka -8% akibat pandemi.
Sebelumnya, Bank Dunia memproyeksikan Rusia masuk ke jurang resesi dengan Produk Domestik Bruto -6%, terendah dalam sebelas tahun terakhir. Penurunan pertumbuhan ekonomi Rusia juga diperburuk dengan jatuhnya harga minyak yang turun hingga 53%, antara Januari – Mei 2020.
Bahkan Wakil Menteri Ekonomi, Polina Kruchkova, dalam sebuah wawancara di Moskow, seperti dikutip Bloomberg, 24 September 2020, sempat memikirkan ulang bantuan negara terhadap warganya. “Membatasi dukungan negara adalah salah satu tantangan terbesar dan paling serius bagi pemerintah dan anggaran saat ini.”
Pada 18 Maret, pemerintah telah memutuskan untuk mengalokasikan 300 miliar rubel (sekitar 67 triliun rupiah) untuk menjalankan apa yang disebut dengn “Rencana Antikrisis”, yang mencakup beberapa (tepatnya 10) langkah, seperti: mengalokasikan 11,8 miliar rubel (sekitar 2,6 triliun rupiah) sebagai insentif tambahan bagi para pekerja di seluruh sektor perawatan kesehatan; memastikan pasokan barang-barang pokok ke toko-toko swalayan berjalan lancar dan menstok persediaan makanan ke semua rantai ritel; memastikan pembayaran gaji tepat waktu kepada orang-orang yang tengah menjalani cuti sakit; dan mengawasi para pengecer yang mencoba mengambil untung dan menaikkan harga di tengah kepanikan.
Russia bisa menjadi contoh baik soal krisis. Misalnya, Maret 2015, ekonomi Russia melemah, Putin lakukan potong gajinya sendiri sebagai Presiden. Ternyata langkah ini diikuti bahkan oleh pekerja swasta, misalnya pengelola dan pekerja klub malam.
Walau Russia alami beberapa kali krisis, ia tetap dipercaya untuk mencetak uang kertas negara lain. Venezuela, Belarus, Lebanon, Guatemala, Malaysia dan beberapa negara lainnya mencetak uang kertasnya di Russia. Untuk hal ini, aku tak tahu mengapa. Mungkin karena Bank BUMN Rusia, Sberbank masuk dalam daftar sepuluh merek perbankan terkuat di dunia dalam Indeks Kekuatan Merek (Brand Strength Index/BSI). (joaquim rohi)
Komentar