Pelaksanaan ritual ibadah haji merupakan ibadah tahunan adalah sebuah rekonstruksi dari pada scenario perjalanan hidup keluarga Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar RA, dan putra semata wayang mereka Nabi Ismail AS. Sebuah keluarga yang terbangun denagan berbasis teologis dan dialogis justru semakin menguat kekuatan bathiniyah dan lahiriyah yang sangat kokoh.
Sejarah mencatat bahwa ketika Nabiyullah Ibrahim masi diposisi usia relative muda telah mencari dan menemukan siapa Tuhan yang patut dipuji dan disembah. Ialah Sang Kholiq yang menciptakan alanm ini dan kekal selama-lamanya. Tiada satupun makhluk di Bumi dan di Langit yang dapat menyaingi kekuasaan-Nya. Doktrin ketauhidan ini kemudian menjadi dasar pijakan yang kuat untuk Nabi Ibrahim membangun konstruksi rumah tangga yang begitu Tangguh dan istiqomah.
Tersebut dalam Al-Qur’an Surat As Shaffaat ayat 102 ketika Nabi Ibrahim melihat dalam mimpinya bahwa ia diperintah oleh Allah untuk melakukan eksekusi terhadap anak semata wayangnya Ismail. Ibrahim, kapasitasnya sebagai kepala rumah tangga tidak serta merta secara otoriter langsung mengamankan perintah teramat dahsyat itu.. Namun, ia kemudian mengembangkan komunikasi dialogis yang intens tiga dimensi antara putranya Ismai dan Istrinya Siti Hajar.
Ini memberikan edukasi buat kita bahwa musyawarah dalam rangka mengambil sebuah keputusan adalah sebuah rana yang sangat substansial. Anak akan merasakan dihargai bahkan dihormati akan hak asasi ingin berekspresi hasratnya terhadap lingkungan dimana dia berada.
Kolaborasi kekuatan teologis dan dialogis akan membentuk krakter generasi yang kuat, kokoh, Tangguh dan istiqomah. Fenomena kriminal, tawuran bahkan cenderng ke seksualitas, salah satu dari sekian banyak factor pemicunya adalah tidak ada diskusi, musayawarah dan demokrasi dalam tatanan komunikasi dan interaksi keluarga. Apa lagi, keluarga yang dibangun tidak didasari dengan dasar teologi yang kuat.
Pada hal keluarga merupakan sub system dalam pranata kehidupan social yang berada pada lini yang paling bawah. Justru sangat memberikan kontribusi positif terhadap efektifitas pembangunan agama, bangsa dan negara. Agama kita, Islam mengajarkan bahwa keluarga merupakan proses awal pendidikan informal dilakukan oleh sang ayah, ibu dan keluarga lainnya, baik melalui penanaman konsep agama maupun keteladanan dalam praktek kehidupan sehari-hari dalam konteks keluarga.
Kebijakan pemerintah kita untuk memberikan subsidi terhadap fasilitas rumah atas konsekwensi dari dampak Angin Seroja menerpa bumi NTT pada pertengan bulan Maret yang lalu, bantuan beasiswa terhadap siswa tergolong kategori kurang mampu, bantuan langsung tunai terhadap masyarakat terkena dampak kovid 19 dan aksi social lainnya adalah wujud nyata dari pada perhatian pemerintah dari betapa arti pentingnya tatanan kehidupan keluarga.
Keluarga yang tertata dengan harmonis, dinamis, religious, teologis dan dialogis akan melahirkan generasi – generasi Ismail yang Tangguh. Generasi yang Tangguh akan bisa menghadapi derasnya arus globaliasi yang demikian dahsyat ini dengan mengedepankan norma agama. (Semoga)
Penulis : Ato Abdurahman, S.Ag. MPd
Komentar