Oleh : Rian Van Frits Kapitan SH, MH
Dosen Tetap Fakultas Hukum UKAW & Advokat/Pengacara.
OELAMASI – Bupati Kupang menerbitkan Surat Edaran Nomor BU 440/496/DINKES/III/2025 tentang penerapan kawasan tanpa rokok, yang secara tegas men-take over kawasan tanpa rokok dalam undang-undang tentang kesehatan dan peraturan pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi besehatan. Kawasan tanpa rokok yang ditetapkan dalam surat edaran tersebut meliputi beberapa tempat.
Pertama, fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat Ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Larangan dalam surat edaran ditujukan kepada setiap orang yang merokok di kawasan tanpa rokok yakni masyarakat atau badan hukum yang mengiklankan, mempromosikan, memberikan sponsor, menjual dan atau membeli rokok di kawasan tanpa rokok dan setiap orang yang menjual rokok di tempat umum dilarang untuk memperlihatkan atau memajang secara jelas jenis dan produk rokok.
Apabila larangan-larangan ini tidak dipatuhi, maka dikenakan denda uang sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) bagi setiap pelanggar. Bupati Kupang tidak berwenang.
Mengelola daerah tidak sama dengan mengelola warung kaki lima yang an-sich didasarkan pada selera pemilik warung. Semua tindakan kepala daerah dalam pengelolaan daerah harus berbasis pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak dapat dilakukan atas selera semata.
Penerbitan surat edaran kawasan tanpa rokok oleh Bupati Kupang nyatanya tidak didasarkan pada adanya kewenangan, melainkan didasarkan atas selera Bupati Kupang. Hal ini dapat dilihat pada pertimbangan dalam Surat Edaran, yang menetapkan “ Mendahului Penetapan Kawasan Tanpa Rokok melalui Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Kesehatan di atas dalam rangka melindungi hak masyarakat untuk menikmati ruang tanpa asap rokok.
Pertimbangan ini setidaknya membuktikan bahwa Bupati Kupang sendiri mengetahui amanat dari Pasal 151 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan yang diejawantahkan dalam ketentuan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan yang mewajibkan kepala daerah dalam hal ini Bupati Kupang menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayah Kabupaten Kupang dengan peraturan daerah (Perda) melalui pembahasan dan persetujuan bersama DPRD Kabupaten Kupang.
Namun dengan tidak dilaksanakannya amanat penetapan kawasan Tanpa Rokok melalui pembentukan Perda bersama DPRD Kabupaten Kupang dan memilih untuk menerbitkan surat edaran yang sama sekali tidak dikenal dalam hierarki peraturan yang diatur dalam undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Bupati Kupang nyatanya telah tanpa kewenangan menerbitkan Surat Edaran yang tidak diperintahkan dalam Undang-Undang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 sebagai peraturan yang menjadi rujukan Bupati Kupang dalam Surat Edaran.
Tidak ada ruang penggunaan diskresi. Diskresi atau kewenangan bebas merupakan suatu kewenangan yang diberikan oleh hukum administrasi negara kepada pejabat administrasi pemerintahan untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu secara mandiri.
Dalam hukum administrasi negara, diskresi disebut juga freies ermessen. Hanya saja berdasarkan doktrin, diskresi dapat digunakan jika peraturan perundang-undangan kabur atau tidak jelas maupun karena adanya kondisi faktual.
Namun perdebatan tentang alasan diskresi ini berakhir dengan adanya ketentuan yang diatur secara ekspresif verbis (perumusan yang tegas) dalam Pasal 22 undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain surat edaran Bupati Kupang tersebut tidak memenuhi tujuan diambilnya diskresi dalam Pasal 22 Ayat 2 undang-undang administrasi pemerintahan, dari sisi bentuk, surat edaran tersebut juga penerbitannya tidak dapat menggunakan diskresi, sebab Pasal 23 huruf a undang-undang administrasi pemerintahan membatasi ruang lingkup penggunaan diskresi hanya terbatas pada pengambilan keputusan dan atau tindakan.
Surat Edaran Bupati Kupang bersifat sangat umum yang ditujukan kepada seluruh masyarakat sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai suatu Keputusan yang bersifat individual yang hanya ditujukan kepada orang tertentu. Surat edaran Bupati Kupang tersebut bukanlah suatu tindakan faktual terhadap anggota masyarakat melainkan suatu pemberitahuan atau himbauan, sehingga tidak dapat disebut sebagai tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a undang-undang administrasi pemerintahan.
Melanggar sumpah atau janji jabatan sebagai Bupati. Undang-undang Pilkada dan peraturan pelaksanaannya mewajibkan seorang Bupati sebelum memangku jabatannya, dilantik dengan melafalkan sumpah janji jabatan yang prinsipnya berbunyi, Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah, berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Bupati dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa.
Sumpah/janji jabatan yang sama telah diucapkan oleh Bupati Kupang tatkala dilantik oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 20 Februari 2025 di Istana Kepresidenan (Jakarta). Dengan demikian, saat diterbitkannya surat edaran Bupati Kupang tentang Kawasan Tanpa Rokok yang tidak memiliki dasar kewenangan, bahkan tergolong bertentangan dengan Pasal 151 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan dan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, Bupati Kupang telah melanggar Sumpah/Janji Jabatan sebagai Bupati bahwa akan melaksanakan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, sebagaimana salah satu penggalan sumpah jabatan Kepala Daerah di atas.
Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan potensi tindak pidana korupsi. Suatu ketentuan hukum mempunyai kekuatan hukum mengikat jika didasari pada tiga landasan yakni, landasan filosofis, artinya didasarkan kepada pandangan hidup, kesadaran, cita hukum dan berasal dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
Kedua, landasan sosiologis, artinya bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek dan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat. ketiga, landasan yuridis, yang artinya suatu peraturan yang diterbitkan harus sejalan atau tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan yang lebih tinggi.
Tiga landasan mengikatnya hukum ini bersifat komulatif, maksudnya harus terpenuhi secara bersamaan dalam suatu aturan hukum yang diterbitkan, jika salah satu saja tidak terpenuhi, mengakibatkan suatu aturan hukum tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Untuk itu, surat edaran Bupati Kupang tentang kawasan tanpa rokok tidak bersumber pada kewenangan yang diberikan oleh Pasal 151 Undang-Undang Kesehatan maupun Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012. Sehingga, surat edaran tersebut tidak sejalan atau bertentangan dengan undang-undang Kesehatan dan peraturan pemerintah nomor 109 Tahun 2012 yang secara hierarki lebih tinggi kedudukannya dari Surat Edaran Bupati Kupang.
Dengan demikian, penerbitan surat edaran Bupati Kupang tidak memenuhi landasan yuridis sebagai salah satu landasan mengikatnya suatu aturan hukum dan karenanya surat edaran tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat di wilayah Kabupaten Kupang. Dengan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara yuridis, maka tatkala dilakukan penertiban terhadap pelanggaran yang diatur dalam Surat Edaran berupa pembayaran denda uang sebesar Rp 1.000.000 mutatis-mutandis tindakan pengenaan sanksi denda tersebut merupakan tindak pidana korupsi berupa Pemerasan yang dilakukan oleh Penyelenggara negara atau menerima suap maupun gratifikasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Proses hukum karena melakukan pemerasan, suap maupun gratifikasi sangat potensial dilakukan oleh Kepolisian, kejaksaan dan KPK terhadap oknum pejabat pemerintahan di Pemda Kabupaten Kupang yang berperan sebagai eksekutor dan atau penerima denda tersebut.
Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka alangkah bijaksananya apabila Bupati Kupang mencabut surat edaran tersebutvyang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat di wilayah Kabupaten Kupang dan berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi bagi penyelenggara negara di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kupang. Serta secepat mungkin mengajukan rancangan Perda tentang kawasan tanpa rokok untuk dibahas dan disetujui bersama dengan DPRD Kabupaten Kupang.
Komentar