KUPANG – Perkara perdata tanah Oehandi, di kabupaten Rote Ndao memasuki tahapan pembacaan gugatan. Sidang perkara antara Leonard Haning versus pemerintah kabupaten Rote Ndao tersebut digelar Rabu (24/11) kemarin.
Kuasa hukum Leonard Haning, Rian Van Frits Kapitan S.H, M.H saat ditemui kupangterkini.com Kamis (25/11/21) mengatakan bahwa, persidangan kemarin hanya pembacaan gugatan penggugat serta pengadilan memberikan kesempatan kepada tergugat untuk menjawab gugatan pada sidang berikut. “Setelah jawaban gugatan, akan dilanjutkan dengan replik dari penggugat serta duplik tergugat dan pada saat pembuktian surat – surat, saksi dan ahli akan dilaksanakan secara tatap muka langsung di pengadilan,” jelasnya.
Rian juga menekankan bahwa, biar pengadilan yang menilai keabsahan pembebasan tanah tersebut baik dari sisi subjek hukum, objek pembebasan serta prosedur pembebasan lahannya. “Biar pengadilan yang menilai, apakah pak Lens berhak atau tidak atas ganti rugi tanahnya, kalau berhak berapa nilainya, apakah sesuai dengan dalil gugatan kami yaitu senilai Rp 2,4 miliar atau kurang dari angka tersebut,” ucapnya.
Ketika ditanyakan apakah tidak menjadi persoalan dari sisi subjek hukum pembebasan tanah Oehandi yang mana pada saat itu Leonard Haning selaku bupati Rote Ndao dan dilain sisi sebagai pemilik tanah, ia nyatakan bahwa, tidak ada larangan tentang hal tersebut, asalkan tahapannya sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. “Kebetulan gugatan ini kami ajukan supaya pengadilan salah satunya bisa menilai hal itu, berkaitan dengan subjek hukum, disamping objek pembebasan, prosedur dan juga nilai ganti ruginya, lagipula nilai ganti ruginya bukan ditentukan oleh pak Lens dalam jabatan sebagai bupati maupun pribadi, tapi oleh konsultan jasa penilai publik,” jelas Rian.
Jadi, menurutnya, persoalan yang ada bukan sandiwara seperti yang didengungkan di luar. “Ini murni persoalan hukum yang membutuhkan pembuktian dan penafsiran hukum terhadap bukti – bukti yang diajukan,” terangnya.
Lanjutnya, jika pengadilan mengabulkan gugatan kliennya, maka wajib hukumnya pemerintah memberikan ganti rugi. “Jadi katakanlah, setelah pengadilan mengabulkan gugatan kami, bupati Rote Ndao harus membayar ganti rugi tanah Oehandi karena itu perintah pengadilan, tidak ada kata lain,” tegasnya.
Ia juga menuturkan bahwa proses yang digugat kliennya senilai Rp 2,4 miliar tersebut, proses penganggarannya sudah selesai dan masuk dalam APBD serta tinggal dieksekusi. “Tetapi pemerintah beralasan bahwa mereka takut ketika dieksekusi akan ada dugaan merugikan keuangan negara, karena itu kami tidak ada pilihan lain selain mengajukan gugatan,” tandasnya.
laporan : yandry imelson
Komentar