JAKARTA – Tenaga perawat dan sumber daya masyarakat (SDM) kesehatan lainnya memiliki resiko tiga kali lipat lebih besar terinfeksi virus corona, termasuk di negara-negara yang pengendalian virus corona dengan baik sekalipun.
Demikian hasil jurnal terbaru yang disampaikan Sekretaris Bidang Perlindungan Tenaga Kesehatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dr Mariya Mubarika dalam acara “Nursing Zoominar Episode 226” bertema “Perlindungan Perawat di Masa Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada Senin (8/3/21) siang.
Perawat tidak memiliki tempat khusus ketika pulang ke rumah. Di tambah lagi terdapat bayi di rumah dan orang tua dengan komorbid (penyakit penyerta). Dengan situasi dan kondisi tersebut berakibat perawat bekerja dengan mental dilema antara tuntutan keselamatan diri dan orang tua.
“Ini jadi imbalance kerja dan kehidupan yang sadar atau tidak ini pernah dialami semua. Keluarga terlantar dan kurangnya informasi akurat,” ujar dr Mariya. Ketua Bidang Advokasi Legislasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini dalam presentasinya mengajak tenaga perawat lebih cerdas dari virus.
Artinya, perawat harus bisa memahami dengan benar karakteristik virus agar dapat menghindar atau jangan sampai tertular dari virus corona ini dan jika terinfeksi sekalipun tidak sampai parah, cukup di fase 1 yang tidak ada resiko kerusakan apa-apa pasca penyembuhan. Salah satunya dengan menjaga imunitas kesehatan tubuh tetap prima serta tetap menerapkan protokol kesehatan. Namun permasalahan di Indonesia, terutama tenaga kesehatan, banyak yang tidak mengenali status kesehatan.
“Merasa diri kita tidak punya (penyakit) gula dan darah tinggi/hipertensi, misalnya. Begitu terinfeksi Covid-19 baru ketahuan. Makanya penting mengetahui status kesehatan kita. Jika terinfeksi langsung bisa teratasi dengan baik,” tambahnya.
“Sejauh data yang didapat saat ini bahwa imunitas yang dibentuk dari vaksin atau pasca infeksi sekalipun sangat individual. Sehingga meskipun sudah divaksin harus tetap menjalankan protokol kesehatan agar tidak terinfeksi,”paparnya.
Mariya mengimbau perawat mengupayakan skrining komorbid. Alasannya orang dengan komorbid, seperti kolesterol tinggi dan diabetes dengan kadar gula tinggi, mudah terinfeksi. Kemudian, jika terinfeksi Covid-19, pasien komorbid cenderung mudah sekali ke fase kritis dan untuk menurunkan kolesterol itu tidak bisa dalam satu dua hari, tapi bisa mencapai mungkin sampai tiga bulan.
Begitu juga dengan penderita diabetes melitus, dr. Mariya menyarankan agar dilakukan pengecekan HB A1C. Penderita diabetes yang kadar gulanya stabil itu seperti orang biasa, tapi kalau gula darahnya tinggi dia memiliki tingkat risiko tinggi dan berpotensi masuk ruang ICU.
Satgas Covid-19 Bidang Perlindungan Tenaga Kesehatan, berencana melakukan advokasi juga ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar program skrining komorbid untuk tenaga kesehatan yang dilaksanakan di setiap daerah ditanggung pemerintah daerah masing-masing karena ini sangat penting. “Bagi perawat yang memiliki komorbid jangan kecil hati. Asalkan terkontrol itu menjadi aman,” kata dr. Mariya. (*)
satgas covid-19 / kupangterkini.com
Komentar