KUPANG – Penyidik Ditreskrimum Polda NTT telah resmi melakukan penahanan terhadap notaris Albert Riwu Kore. Albert Riwu Kore ditahan atas dugaan penggelapan sembilan sertifikat hak milik (SHM).
Mengomentari hal tersebut, tim penasehat hukum Albert Riwu Kore, Dr Yanto Ekon SH, MHum bersama Yohanis Daniel Rihi SH menyatakan bahwa pihaknya menghormati langkah hukum penyidik termasuk penahanan terhadap kliennya. “Namun, tim penasehat hukum tidak sependapat dengan tindak pidana penggelapan sertifikat hak milik yang dituduhkan kepada klien kami,” ucap Yanto Ekon kepada kupangterkini.com Selasa (9/8/22).
Menurut tim penasehat hukumnya, perbuatan Albert Riwu Kore tidak memenuhi unsur penggelapan sebagaimana pasal 372 KUHP maupun penggelapan dalam jabatan sebagaimana dimaksud pasal 374 KUHP. “Alasan tim penasehat hukum tidak sependapat dengan tindak pidana penggelapan yang disangkakan yakni, sembilan SHM yang diduga digelapkan telah diambil oleh pemiliknya atas nama Rahcmat melalui staff notaris klien kami yaitu Rinda A Djami,” jelas Yanto.
Lanjutnya, BPR Christa Jaya selaku pelapor tidak memiliki hubungan hukum apapun dengan sembilan sertifikat tersebut. “Sebab, sembilan SHM tersebut tercatat atas nama pemegang hak Rahcmat dan sama sekali tidak ada pengikatan hak tanggungan dengan bank Christa Jaya,” sambungnya.
Lebih lanjut, ia membenarkan bahwa sembilan sertifikat tersebut diserahkan Rahcmat selaku pemilik ke kantor notaris Albert Riwu Kore. “Dengan maksud untuk dibuatkan akta pengikatan hak tanggungan dengan bank Christa Jaya, tetapi sebelum dibuatkan akta hak tanggungan, SHM tersebut diambil kembali oleh Rachmat,” ungkapnya.
Kemudian, diketahui sembilan sertifikat tersebut telah dijaminkan oleh Rachmat ke BPR Pitobi dan bank NTT. “Dan telah melunasi hutangnya pada BPR Christa Jaya sebesar Rp. 3.500.000.000,” jelas Yanto.
Jadi menurutnya, apabila menurut BPR Christa Jaya sembilan sertifikat tersebut merupakan agunan kredit pada bank tersebut maka dapat diduga terjadi pelanggaran terhadap pedoman pemberian kredit sebagaimana diatur dalam undang – undang perbankan. “Sebab, pemberian kredit harus harus dilakukan setelah SHM telah dilekatkan hak tanggungan berdasarkan akta pengikatan hak tanggungan yang dibuat oleh PPAT, faktanya pada sembilan SHM tersebut tidak ada akta pengikatan hak tanggungan dengan BPR Christa Jaya,” tambahnya.
Terakhir, tim penasehat hukum akan meneliti secara cermat kasus tersebut dan apabila menemukan adanya dugaan pelanggaran terhadap undang – undang perbankan maka akan dilaporkan ke pihak yang berwajib. “Sedangkan terhadap dugaan tindak pidana penggelapan yang disangkakan terhadap klien kami Albert Riwu Kore, kami akan menaati langkah hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP,” pungkasnya.
laporan : yandry imelson
Komentar