Tak Mengaku & Menyesali Perbuatannya, Predator Anak Fajar Widyadharma Dituntut 20 Tahun

Hukum & Kriminal189 Dilihat

KUPANG – Fajar Widyadharma Lukman Sumatmadja, alias Fajar alias Andi, mantan Kapolres, yang terjerat kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dituntut JPU 20 tahun penjara.

Tim JPU dari Arwin Adinata, SH, MH, Kadek Widiantari, SH, MH, Samsu Jusnan Efendi Banu, SH, dan Sunoto, SH, MH mendakwa Fajar dengan dakwaan kombinasi (alternatif kumulatif).

Kasi Penkum Kejati NTT, Anak Agung Raka Putra Dharmana SH, MH katakan bahwa, dakwaan Kesatu yakni Pasal 81 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, jo.

Pasal 65 ayat (1) KUHP.  Atau Pasal 82 ayat (1) jo. Pasal 76E dan ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 atau Pasal 6 huruf c jo. Pasal 15 ayat (1) huruf e dan huruf g UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Sementara, dakwaan kedua yakni,
Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca Juga :  Kejati NTT Selesaikan 4 Perkara Melalui Restorative Justice, Total 50 Perkara Berakhir Damai

Berdasarkan hasil pembuktian di persidangan, JPU menyatakan perbuatan terdakwa memenuhi unsur pidana sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu (Pasal 81 ayat (2) jo. Pasal 65 KUHP) dan Dakwaan Kedua (Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 64 KUHP).

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kupang, JPU menuntut agar terdakwa Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan tipu muslihat dan/atau membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya.

Sebagaimana Pasal 81 Ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Jo.

Pasal 65 Ayat (1) KUH Pidana dan menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mempertunjukan, mendistribusikan, menstransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik, dan/atau Dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.

Baca Juga :  Sempat Kabur, Pelaku Pembunuhan Diringkus

Sebagaimana Pasal 45 Ayat (1) Jo. Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Menjatuhkan Pidana Penjara selama 20 tahun dengan dikurangkan selama terdakwa berada dalam masa penangkapan dan penahanan dengan perintah terdakwa tetap berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) subsidair satu tahun dan empat bulan kurungan.

Membebankan Terdakwa untuk membayar Restitusi sebesar Rp 359.162.000,00 (tiga ratus lima puluh sembilan juta seratus enam puluh dua ribu rupiah) empat tahun sebagaimana surat dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Nomor: Nomor A.0234.R/KEP/SMP-LPSK/VI TAHUN 2025 tanggal 03 Juni 2025 tentang Penilaian Ganti Rugi atas nama Anak korban dengan rincian, anak korban IS sebesar Rp34.645.000, kemudian anak korban MAN Rp159.416.000, anak korban WAF sebesar Rp165.101.000.

Baca Juga :  Pengacara Korban Nilai Ada Loncatan Dalam Rekonstruksi

Barang bukti berupa pakaian, handphone, laptop, serta rekaman video dirampas untuk dimusnahkan, sedangkan barang-barang milik korban dikembalikan. Hal-hal yang memberatkan terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan tidak menunjukkan penyesalan.

Perbuatan terdakwa menimbulkan trauma mendalam bagi anak korban. Kasus ini menjadi viral di media sosial, menimbulkan keresahan masyarakat luas.

Sebagai aparat penegak hukum, terdakwa seharusnya menjadi teladan, namun justru mencoreng nama baik institusi.

Perbuatan terdakwa merusak citra Polri dan bangsa di mata internasional. Tidak mendukung program pemerintah dalam perlindungan anak. Hal yang meringankan tidak ada.

Komitmen penegakan hukum, Kejati NTT menegaskan komitmennya dalam menegakkan hukum secara tegas, memberikan perlindungan kepada anak, dan memastikan keadilan bagi korban.

“Negara tidak boleh kalah melawan kejahatan seksual terhadap anak. Tuntutan ini menjadi bukti nyata bahwa Kejaksaan berkomitmen melindungi masa depan generasi penerus bangsa,” tegas JPU dalam persidangan.

Sidang ditunda pada hari Senin tanggal 29 September 2025 dengan agenda pembacaan nota pembelaan  dari Penasehat Hukum Terdakwa

laporan : yandry imelson

Berita Terkait

Jangan Lewatkan

Komentar