KUPANG – Menanggapi kekisruhan yang terjadi dalam tubuh Jemaat Lanud El Tari, Penfui, sekretaris majelis sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), Pdt Yusuf Nakmofa, M Th menjelaskan, awal mula persoalan yang akhirnya menyeret keterlibatan anggota TNI-AU tersebut. “Kekisruhan ini karena adanya kubu-kubuan dalam jemaat. Yang satu di pihak Pdt Ishak Batmalo serta ada juga yang memihak Pdt Ny Apli Boboi – Kalegotana,” jelas Nakmofa kepada kupangterkini.com Sabtu (27/3/21).
Bermula ketika Pdt Ny Apli yang ditempatkan Jemaat Lanud El Tari tanpa berkoordinasi dengan pihak sinode. Saat pemilu 2019 Pdt Apli, mendaftarkan diri menjadi calon DPRD. Dari situ sinode memanggil menjelaskan bahwa, dalam aturan kekaryawanan seorang pendeta tidak boleh terlibat dalam politik praktis. “Jadi kami sebagai majelis sinode GMIT memberikan pilihan, yaitu segera bersurat mengundurkan diri atau cuti,”jelasnya.
Sinode akhirnya mengambil tindakan dengan memberikan cuti sementara kepada sang pendeta. Cutinya mulai dari November 2018 hingga September 2019. Hasil komunikasi dengan KPU serta Bawaslu, menyebutkan bahwa pengumuman akhir hasil pemilihan lolos atau tidak pada waktu tersebut. “Jadi misalnya lolos maka langkah yang kami ambil yaitu status sebagai karyawan akan dipensiunkan dini,” lanjutnya.
Setelah pengumuman dan tidak terpilih, sang pendeta tidak datang melapor diri kepada sinode. Sedangkan aturannya karyawan yang cuti harus melapor diri ke lembaga untuk melaporkan masa cuti selesai dan menyerahkan diri untuk berproses.
‘’Jadi sinode menghentikan hak gaji pokok, tunjangan jabatan serta tunjangan kesejahteraan Pendeta Apli. Untuk gaji pokok langsung dari sinode dan kami tiadakan, yang dua lagi dibayarkan oleh jemaat,” rincinya.
Ketika SK diterbitkan dan diluar tanggungan Sinode GMIT, maka jemaat gereja Lanur Et Tari berpolemik, ketiga faktor diatas dibayar oleh jemaat sendiri. Hal yang aneh, sekitar 19 orang berkumpul membuat SK sendiri dan membatalkan SK majelis sinode, kemudian mengangkat Pdt Apli untuk menjadi pendeta jemaat.
‘’Pada saat mereka meminta agar gaji ibu pendeta dibayarkan, kami menanyakan kewajiban mereka kepada lembaga. Karena tidak pernah dilaksanakan, sedangkan kami di GMIT ada sentralisasi gaji pokok (SGP) yang oleh jemaat harus disetor kepada majelis sinode, dari situ baru membayar hak itu secara sentralisasi,’’ tuturnya.
Sebagai lembaga, sinode akan membayar gaji Ibu Apli, tetapi kewajiban jemaat terhadap lembaga tidak pernah dilaksanakan. Jadi, polemik ini sudah lama dan sangat panjang prosesnya. “Untuk permasalahan yang terjadi pada Minggu (21/3) tersebut merupakan bagian dari permasalahan awal itu tadi,” tandasnya.
yandry imelson/kupangterkini.com
Komentar