Bupati Terpilih Malaka Digugat. Soal KTP dan DPT Siluman, Advokat Benyamin Seran Bicara

Berita Kota5908 Dilihat

DENPASAR – Terkait laporan tentang adanya KTP siluman ke Bawaslu oleh beberapa oknum yang mengaku masyarakat Malaka, timm kuasa hukum bupati Malaka terpilih nomor urut satu Simon Nahak-Kim Taolin atau paket SN-KT, Yulius Benyamin Seran angkat bicara.

Menurutnya, tidak pernah ada yang namanya KTP siluman digunakan dalam proses pilkada 9 Desember 2020 yang lalu. Benyamin menegaskan tidak pernah ada percetakan KTP yang kemudian disebut siluman oleh pihak sebelah. Itu justru terjadi setelah pilkada selesai. “Nah kami sudah memiliki data akurat bukti yang bisa kami hadirkan nanti hanya di persidangan MK, karena kami tidak ingin mempengaruhi situasi politik yang sudah berlangsung transparan di Malaka. Kami akan buktikan bahwa percetakan KTP itu terjadi di mana dan atas perintah siapa?,” Ujar Benyamin saat dikonfirmasi kupangterkini.com, Senin (18/1/2021).

Benyamin Seran mengungkapkan, yang menjadi pertanyaan adalah mereka dapat data palsu itu darimana? Siapa yang memberikan data palsu itu? “Ini akan kami uraikan nanti sebagai pembuktian persidangan di MK dan tidak menutup kemungkinan siapa pun yang melakukan rekayasa pemalsuan DPT, pemalsuan data kependudukan akan kami seret pada rana pidana. Kami sudah menyiapkan untuk langkah itu Karena ini berbahaya, pembodohan publik dan ini tidak boleh dibiarkan,” tegasnya.

Lebih lanjut diungkapkan, beberapa oknum yang mengaku masyarakat Malaka dengan membawa serta bukti dokumen KTP siluman yang didapat secara melawan hukum dan tidak sah merupakan delik pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 317 KUHP. Yakni, barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Baca Juga :  Benyamin Seran Jelaskan Tahapan Sidang MK

“Sejatinya sebelum menyampaikan pengaduan kepada Bawaslu, pengadu mempublikasikan melalui media. Seharunya hal pertama yang dilakukan adalah memastikan dulu dari mana datangnya KTP dan DPT siluman tersebut. Apakah diperoleh secara sah? Kemudian dokumen manakah yang sah atau asli jika ada dokumen yang dianggap palsu. Sebab pengadu membawa bukti dokumen yang palsu untuk menyampaikan pengaduan ke Bawaslu tanpa melakukan upaya klarifikasi terlebih dahulu. ini jelas merupakan pengaduan palsu,” terang Elan sapaan akrabnya.

Demikian juga menggunakan surat palsu sebagai alat bukti pada saat melapor ke Bawaslu adalah perbuatan pidana karena melanggar Pasal 263 KUHP ayat (2). Sebab barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. “Siapa aktor intelektual yang menyuruh memasukan keterangan palsu dalam sebuah akta otentik termasuk KTP dan DPT adalah pelanggaran terhadap Pasal 263 ayat 1 KUHP. Jadi, baik yang menyuruh menempatkan keterangan palsu, dan yang memasukan keterangan palsu sampai pada yang menggunakan akta atau dokumen palsu dan pengaduan palsu, semuanya terancam pidana,” pungkasnya. (yan imelson/albert kin)

Komentar