KUPANG – Setelah ditetapkan sebagai tersangka, sudah satu pekan notaris Albert Riwu Kore diamankan di rutan Polda NTT atas dugaan penggelapan sejumlah sertifikat. Walaupun sempat melayangkan permohonan penangguhan penahanan, namun karena kepentingan penyidikan maka permohonan tersebut tidak dikabulkan.
Mengomentari kasus yang menimpa notaris Albert Riwu Kore, pakar hukum Dedi Manafe SH, M.Hum kepada kupangterkini.com menyatakan bahwa, sebagai notaris Albert Riwu Kore bekerja dengan rujukan undang – undang (UU) kenotariatan. “Oleh karena itu, selama yang bersangkutan bekerja dengan dasar perintah UU tersebut, maka dia dilindungi UU itu. Secara hukum pidana pasal 50 KUHP juga melindungi setiap orang yang menjalankan perintah UU tidak boleh dipidana,” jelasnya kepada kupangterkini.com Jumat (12/8/22).
Selanjutnya, menjawab bagaimana jika sebagai notaris Albert Riwu Kore menggelapkan sertifikat vide pasal 372 KUHP yang disangkakan kepadanya, menurut Dedi untuk menjawab pertanyaan ini yakni bagaimana sertifikat tersebut sampai ke dalam penguasaan notaris, dari pernyataan pers penasehat hukumnya. “Bahwa, ada perjanjian hukum kredit antara pemberi kredit dan penerima kredit, lalu kemudian kedua pihak sepakat kalau dalam perjanjian kredit itu ada sertifikat yang dijadikan sebagai jaminan dari penerima kredit.
Sejumlah sertifikat itu diserahkan oleh penerima kredit kepada notaris Albert Riwu Kore untuk diproses administrasinya sesuai hukum perjanjian kredit yang diikuti dengan hukum jaminan atau pertanggungan. Notaris Albert Riwu Kore kemudian mengembalikan sejumlah sertifikat kepada pemiliknya karena telah melunasi utangnya kepada pemberi kredit,” ucapnya mengutip pernyataan kuasa hukum Albert Riwu Kore.
Menurut Dedi, jika kisahnya seperti hal diatas maka jelas bahwa tindakan Albert Riwu Kore tidak dapat dikatakan sebagai penggelapan vide pasal 372 KUHP. “Dari ketentuan pasal 372 tersebut, jika dilihat unsur deliknya maka, sebagai notaris Albert belum pernah menjadi pemilik sertifikat itu baik seluruh maupun sebagiannya.
Sebagai notaris, ketika hubungan konttraktual berupa penjaminan atau pertanggungan telah selesai, maka barang yang menjadi objek penjaminan atau pertanggungan wajib dikembalikan kepada pemiliknya. Barang berupa sejumlah sertifikat yang dijadikan objek penjaminan atau pertanggungan tersebut berada di dalam penguasaan notaris Albert karena ada peristiwa hukum yang melandasinya dan bukan kejahatan,” tambahnya panjang lebar.
Dengan demikian, menurut Dedi jika perbuatan yang bersangkutan mengembalikan sertifikat tersebut ke pemiliknya dipandang sebagai perbuatab yang tidak sesuai dengan tugas sebagai notaris, maka harusnya diuji dahulu melalui UU kenotariatan. “Selama sebagai notaris yang menjalankan profesinya maka tunduk pada kode etik, oleh karena itu, tindakan notaris itu mestinya melalui tahapan kode etik dulu barulah memasuki ranah hukum pidana,” jelas Dedi.
Lanjutnya, karena secara teoretis tindak pidana itu lahir dari bidang hukum lain in casu perdata maka hukum pidana bersifat ultimum remidium. “Sederhananya, hukum pidana menunggu hasil penyelesaian secara keperdataan dan kalau ada unsur pidana baru ditindaklanjuti secara pidana. Artinya, penetapan notaris Albert Riwu Kore sebagai tersangka dapat dikatakan sangat prematur,” pungkasnya.
laporan : yandry imelson
Komentar