KUPANG – Sedang viral video yang beredar dimedia sosial, baik Facebook, Whatsapp serta Youtube, adu argumen antara gubernur NTT Victor Bungtilu Laiskodat dengan tuan tanah kampung Rende Prayawang Sumba Timur. Dalam video yang beredar tersebut, publik ramai – ramai menilai gaya komunikasi gubernur sangat tidak elok dan terkesan arogan.
Menanggapi hal tersebut, Jubir partai Prima wilayah NTT, koordinator region Sumba sekaligus wakil ketua II bidang politik dan HAM, Umbu Tamu Praing kepada kupangterkini.com Rabu (1/12/21) menyatakan seharusnya pola komunikasi gubernur lebih humanis. “Pola komunikasi beliau sebagai pejabat publik apalagi orang nomor satu di NTT mestinya menggunakan pola komunikasi yang humanis dan demokratis, bukan menggunakan pendekatan secara emosional dan mengancam masyarakat adat,” tulisnya melalui pesan singkat.
Umbu juga berharap gubernur dapat menghargai keberadaan masyarakat adat sebagaimana amanat undang – undang dasar 1945. “Kami berharap gubernur dapat menghargai keberadaan masyarakat adat yang terletak di Sumba Timur dan daerah lainnya sebagaimana amanat UUD 45 pasal 18B ayat dua yang menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tradisionalnya,” lanjutnya.
Saat disinggung terkait kata kata ancaman serta rasis yang dikatakan gubernur, Umbu juga menekankan bahwa pemimpin itu bukan penguasa. “Pemimpin hadir untuk melayani rakyat yang dipimpinnya, sebagai orang terpelajar, gubernur seharusnya tidak sampai mengeluarkan kata – kata yang mengandung unsur rasis maupun diskriminatif,” tambahnya.
Ia juga menyatakan bahwa sangat menyayangkan perihal tindakan dari gubernur. “Kami sangat menyayangkan perkataan itu keluar dari mulut seorang pemimpin yang bergelar doktor study pembangunan, interdisiplin,” tulisnya.
Selain itu, rencana gubernur yang merencanakan tempat tersebut menjadi range sapi wagyu dikomentari Umbu dengan mengatakan harusnya pembangunan yang berdampak pada masyarakat Sumba Timur harus menggunakan pendekatan kebudayaan yang demokratis. “Sehingga masyarakat dapat turut aktif dalam pembangunan yang direncanakan pemerintah dengan demikian, proses pembangunan dapat menjadikan masyarakat sebagai objek dan subjek sebagai penunjang usaha pemprov NTT,” tandasnya.
Dalam video yang beredar luas serta viral tersebut, gubernur mengeluarkan kata kasar seperti “ancaman penjara, falungku serta monyet” saat berdebat dengan Umbu Maramba Hawu. Polemik yang terjadi karena ucapan yang dilontarkan gubernur ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat NTT.
laporan : yandry imelson
Komentar