Ia menyebut, ijin penyitaan berdasarkan KUHP Pasal 38 ayat 1 hanya boleh dilajukan oleh Ketua Pengadilan. “Namun demikian, hakim praperadilan justru tidak mempertimbangkan apa yang disampaikan oleh pemohon,” kata Mel Ndaumanu.
Ia menjelaskan, pertimbangan hakim dalam putusan justru mengacu pada pendapat ahli, bahwa yang penting sudah ada cap stempel, maka Ketua atau Wakil Ketua berwenang mengeluarkan ijin penyitaan.
“Ini juga kami kritisi. Karena dari teori kewenangan, hanya 3 yaitu bersumber dari kewenangan atribusi, delegasi dan mandat. Referensi yang diambil oleh hakim praperadilan ini hanya stempel. Bagi kami ini hal baru,” terangnya.
Selain cap, pengacara keluarga Konay juga menyoroti pertimbangan hakim lainnya. Dalam dalilnya, pengacara keluarga Konay menegaskan bahwa, perkara tersebut tidak ada hubungannya dengan tindak pidana.
“Justru hakim juga menolak ini, padahal sesungguhnya kami sudah menjelaskan dari bukti yang ada yaitu dari bukti P1 sampai P24, sudah menunjukan bahwa tanah tersebut adalah tanah pemohon. Kami pemohon telah membuktikan bahwa tanah tersebut milik alm Essau Konay. Namun demikan, ini juga ditolak oleh majelis hakim. Bahkan majelis hakim menyatakan bahwa sampai putusan ini berakhir, dari pemohon tidak menghadirkan bukti pembanding. Sudah kami hadirkan, tapi justru tidak dipertimbangkan oleh hakim,” jelasnya.
Ia kembali menegaskan bahwa, tanah milik keluarga Konay bukan hasil kejahatan. Tapi sesungguhnya milik kliennya keluarga Konay.
“Sesungguhnya tanah ini bukan hasil kejahatan. Tidak terkait dengan tindak pidana, tapi sesungguhnya milik pemohon,” pungkas Mel
laporan : yandry imelson
Komentar