Kenaikan Tarif TNK Dinilai Pemaksaan Kebijakan

Berita Kota1505 Dilihat

KUPANG – Mulai Agustus nanti, harga tiket masuk Taman Nasional Komodo (TNK) serta pulau Padar resmi dinaikan oleh pemerintah provinsi NTT. Hal ini berlandaskan pada berbagai pertimbangan, salah satunya yakni untuk konservasi.

Mengomentari hal tersebut, ketua DPD KNPI Mabar, Sergius Tri Deddy kepada kupangterkini.com Senin (11/7/22) bahwa, kenaikan tarif dengan alasan konservasi adalah pemaksaan kebijakan yang dirasionalisasikan sedemikian rupa pada ruang dan tempat yang tidak tepat. “Konservasi dalam pengertian umumnya berfokus pada perlindungan spesies dari kepunahan, pemeliharaan dan pemulihan habitat, peningkatan jasa ekosistem, dan perlindungan keanekaragaman hayati.

Selaras pengertian Konservasi pada UU no 50 tahun 1999 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pada Pasal 1 ayat (1) sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi.

Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup di darat maupun di air. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara.

Dari Pengertian UU yang menjadi tolok ukur serta dasar dalam penetapan agenda kenaikan tarif diatas, ada beberapa hal yang wajib kita kritisi tentang, apakah benar point pengertian Udiimplementasikan sesuai ketentuan pengertian UU tersebut pada ketiga lokasi yang ada. Mengingat diketiga obyek wisata tersebut baik pulau padar dan Pulau Komodo, ada beberapa konstruksi dermaga yang terbuat dari Beton dan beberapa infrastruktur bangunaan yang konstruksi nya terbuat dari beton.

Apalagi yang ada di low buaya tempat dibangunannya geopark sarpas yang jauh dari pengertian konservasi dalam UU tersebut diatas. Pertanyaan Lanjutan dari setiap agenda kenaikan tarif yang diusulkan, apakah daerah konservasi menjadi ruang lingkup UU diatas mengalami peningkatan tarif dengan nominal yang serupa seperti agenda masuk di pulau komodo, karena alasan kenaikan tarif dengan konsep konservasi maka wajib hukumnya, harus diberlakukan sama disemua wilayah yang menjadi ruang lingkup dari kawasan konservasi sesuai ketentuan UU tersebut diatas Tampa harus diklasifikasi.

Bila hanya untuk obyek wisata tertentu seperti pulau komodo pemberlakuan tersebut, maka UU tersebut kehilangan substansi pada ruang diwilayah konservasi negara ini, karena dampaknya akan nyata, bahwa ada sebagian ruang konservasi yang mengalami penurunan status konservasi karena tidak memiliki dampak income terhadap proses peningkatan kondisi konservasi itu sendiri oleh karena ruang konservasi yang lain bukanlah obyek yang diminati oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Bila Alasannya tamu banyak yang hadir berkunjung didaerah konservasi, tidaklah tepat Konservasi sebagai rujukan untuk menaikan tarif.

Harusnya tanggung jawab substansi UU tersebut tidak bergantung pada jumlah tamu tapi pada kesadaran negara akan kepatuhan terhadap setiap regulasi konservasi diseluruh negara Ini, demi menjaga dan merawat alam konservasi sesuai substansi UU tersebut. Dalam Upaya menaikan tarif di pulau Komodo ini juga, pertanyaan lain wajib muncul untuk mempertanyakan faktor dan indikator apa yang menyebabkan kenaikan tarif selain konservasi, sudahkan Pemerintah secara sahih melakukan riset sesuai fakta empirik di lapangan, bahwa semua atau sebagian besar tamu yang datang sebelum agenda kenaikan tarif ini adalah wisatawan mancanegara dan lokal yang memiliki aksesbilitas ekonomi yang memadai.

Kapan riset itu dilakukan seperti apa data yang sudah berhasil di himpun untuk mengetahui kondisi perekonomian setiap tamu yang berkunjung, sehingga melahirkan kesimpulan untuk menaikan tarif ke pulau komodo, bila tidak memiliki data dengan responden yang yang akurat untuk menjelaskan agenda tersebut, lalu apa yang mendasari kenaikan tarif ke pulau komodo. Kenaikan tarif ke pulau komodo yang fantastis ini, berdampak langsung pada penciptaan kesenjangan kelas dan strata sosial oleh negara di kabupaten Manggarai Barat.

Kesenjangan itu akan nampak dalam pemenuhan kebutuhan dari setiap wisatawan yang berkunjung ke Labuan Bajo dengan harga tiket yang fantastis, wisatawan yang berkunjung pula memiliki aksesbilitas ekonomi high class, oleh karenanya pelayanan dengan standar yang tinggi wajib hal yang diutamakan oleh setiap pelaku pariwisata di labuan Bajo, baik dari transportasi darat, laut, dan industri perhotelan serta rumah makan. Sementara disisi lain, pelaku wisata lokal pasti tidak mampu bertahan dan bersaing dengan arus pasar dan modal yang hadir untuk melayani kebutuhan tersebut para wisatawan.

Mekanisme kebijakan seperti ini adalah upaya negara memutus mata rantai kehidupan masyarakat Manggarai barat dan pelaku pariwisata lokal yang ada. Terbatasnya akses modal masyarakat dan pelaku pariwisata lokal akan berdampak pada proses pemasaran industri pariwisata lokal dan itu akan berakibat langsung dengan menurunnya kualitas kesejahtraan dan daya beli masyarakat.

Agenda kebijakan ini bentuk lain dari sikap negara yang tidak peduli pada kesejahteraan umum, karena masyarakat dituntut untuk bersaing dengan modal yang besar sementara akses kondisi mereka tidak bisa menjangkau hal yang di harapkan. Dilain pihak, perhatian pemerintah untuk menaikan kualitas kehidupan masyarakat Manggarai barat, sebagai pelaku utama pariwisata tidak begitu diperhatikan, terutama dari sisi pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan. Aksesibilitas petani dengan modal yang cukup kecil untuk menjawab kebutuhan industri perhotelan dan restoran belum mendapat perhatian pemerintah, hal yang sama juga di peternakan dan perkebunan.

Hal ini tergambar dalam kebutuhan bahan pokok di setiap hotel dan restoran semuanya didatangkan dari berbagai daerah, diluar Manggarai Barat. Pada wilayah perikanan alat tangkap masyarakat nelayan juga tidak begitu memadai atau seadanya, situasi ini melahirkan keterbatasan pendapatan nelayan, sehingga kondisi industri pariwisata ini tidak begitu mereka rasakan.

Bila kenaikan tarif ini tidak sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas kesejahtraan masyarakat Manggarai Barat dalam setiap sektor yang ada, maka pemerintah sendirilah yang menghendaki kesenjangan sosial dan keterbatasan akses ekonomi masyarakat Manggarai barat dalam industri pariwisata, lalu apakah pariwisata hanya untuk kepentingan orang yang memiliki modal dan mengabaikan masyarakat kebanyakan yang kelas ekonomi menengah kebawah. Pemerintah harus menghentikan proses kebijakan kenaikan tarif ke pulau komodo ini, demi asas Keadilan bagi masyarakat untuk meningkatkan aksesibilitas kehidupan ekonomi masyarakat,” tandasnya panjang lebar.

laporan : yandry imelson

Baca Juga :  Positif Konsumsi Sabu, Anggota DPRD NTT Diciduk
Baca Juga :  Keluarga Dukung JPU Tuntut Maksimal Ira Ua

Komentar