KUPANG – Oknum aparatur sipil negara (ASN) pada dinas PUPR kota Kupang melakukan pungutan liar (Pungli) pada rusunawa Oeba, Kelurahan Fatubesi. Kelakuan tersebut diketahui setelah komisi III DPRD kota Kupang melakukan kunjungan kerja ke tempat tersebut Jumat (4/3) lalu.
Ketua komisi III DPRD kota Kupang, Adrianus Talli menjelaskan kronologi awal penemuan tersebut yakni, rusunawa Oeba saat ini menjadi milik pemerintah kota Kupang. “Memang, dibangun menggunakan dana APBN tetapi kemudian diserahkan ke pemerintah kota Kupang, semuanya ada 96 kamar,” jelasnya.
Lanjutnya, sejak 2014 lalu dikelola oleh kelurahan Fatubesi. “Tahun 2021 ini, kita sudah tetapkan dalam pembahasan anggaran untuk target pendapatan rusunawa itu sebanyak Rp 500 juta dan dikelola secara resmi oleh dinas PUPR itu resminya. Tetapi sejak 2014 itu ada pungutan – pungutan terhadap masyarakat di rusunawa yang dilakukan oleh pihak kelurahan, ada kwitansi tanda terimanya” ucap Adi.
Setelah diklarifikasi, warga rusunawa menyatakan bahwa mereka menyewa dan kemudian dipungut oleh pihak kelurahan. “Kemudian, tahun 2019 ada oknum dari dinas PUPR melakukan pungutan – pungutan yang tidak pernah diaetor ke kas daerah sebagai pendapatan daerah,” ungkapnya.
Menurut Adi, uang hasil pungutan 96 kamar itu jika tidak disetorkan ke kas daerah maka disebut Pungli. “Uangnya siapa yang dapat, dikelola oleh siapa untuk apa,” ujarnya penuh tanya.
Adi menambahkan sudah seharusnya aset milik daerah maka pungutannya juga harus disetor ke daerah untuk menjadi pendapatan asli daerah (PAD). “Sehingga bisa dokelola untuk kepentingan – kepentingan masyarakat,” lanjutnya.
Berikutnya, Adi juga mempertanyakan dasar hukum rusunawa tersebut dikelola oleh kelurahan dan apakah oknum ASN PUPR yang mengambil pungutan tersebut sah atau tidak. “Kan tidak ada dasar hukum dan yang melakukan pungli itu harus ditelusuri, harus dipertanggungjawabkan, untuk itu inspektorat harus bertindak,” tegasnya.
Selanjutnya, Adi menyatakan bahwa rusunawa tersebut sudah tidak layak lagi. “Padahal warga membayar, makanya pungutan – pungutan terdahulu itu kita tidak bisa mengatakan bahwa itu masa lalu, tidak. Persoalan ini kerugian bagi kita di daerah, masyarakat membayar sia – sia, masyarakat membayar maka mereka harus mendapatkan pelayanan sarana prasarana penunjang harusnya,” tegasnya.
Terakhir, ia menyisir angka kerugian daerah mencapai Rp 2,6 miliar lebih. “Setelah kita hitung, sekitar RP 2,6 miliar lebih yang dipungut dan tidak masuk ke kas daerah kita,” rincinya.
Menutup penjelasan diatas, Adi berpesan kepada warga rusunawa bahwa, jika ada oknum – oknum yang tidak resmi selain dinas PUPR menagih maka jangan diberikan. “Jangan takut, kalau ada intimidasi – intimidasi minta dia (oknum) legalitas benar tidak, karena menurut masyarakat oknu dinas PUPR datang dan mengancam waktu itu, kalau tidak bayar dia akan ambil kunci dan tutup,” tandasnya.
laporan : yandry imelson
Komentar